Senin, 21 Januari 2008

PERJUANGAN RAJA EYATO DAN RAJA BIYA DI GORONTALO ZAMAN DAHULU



Dalam sejarah perjuangan rakyat didaerah Gorontalo yang disusun oleh Yayasan 23 Januari 1942 bekerjasama dengan IKIP Negeri Manado cabang Gorontalo tanggal 10 Januari 1981 dan diterbitkan oleh PT. Gobel Darma Nusantara. Hal ini sangatlah besar manfaatnya untuk generasi kita sekarang pada umumnya dan khususnya bagi rakyat Gorontalo, karena dengan diterbitkannya buku sejarah perjuangan rakyat Gorontalo ini, dapatlah kita mengetahui sepak terjang nenek moyang kita zaman dahulu, terutama dalam menentang penjajahan Belanda zaman dahulu.

Dalam sekian banyaknya perlawanan rakyat Gorontalo pada waktu itu, kita dapat ungkapkan kembali perlawanan Raja Biya (Raja Selatan: Raja To Huliyaliyo) yang memerintah Kerajaan Gorontalo menurut buku sejarah tersebut yang memerintah dari tahun 1677 s/d 1690. Pada zaman Raja Eyato di utara (Raja Totiloyo) yang memerintah tahun 1673 s/d 1679, maka di selatan mengalami pergantian dari dari Raja Tiduhulu (Raja Perempuan) kepada penggantinya Raja Biya (sesuai ejaan tulisan huruf Arab Pegon) yang memerintah tahun 1677 s/d 1690 (Kerajaan Gorontalo diperintah oleh 2 orang Raja yaitu Raja Lotilayo di utara dan Raja Lo Huoliyaliyo di Selatan).

Pada waktu itu Raja Eyato diutara dan Raja Biya di selatan bahu membahu melawan Belanda. Pada tahun 1677 perlawanan Eyato yang ke II (perlawanan I tahun 1674)-perlawanan Raja Eyato yang menghalang-halangi utusan Belanda ke Gorontalo dan Dumoga sehingga akhirnya utusan kompeni Belanda kembali ke pangkalan VOC di Ternate dan melaporkan hasil peninjauan mereka di Gorontalo sbb:

1. Utusan takut menghadapi serangan-serangan yang dilakukan oleh rakyat Gorontalo.

2. Rakyat menghalang-halangi pelayaran ke Dumoga.

3. Rakyat membakar dan melarikan perahu-perahu mereka yang berada di pantai.

4. akyat tidak mengizinkan awak kapal mereka turun ke darat untuk mengambil air minum.

5. Rakyat telah membuat kubu pertahanan yang kuat di pinggiran sungai Bone.

6. Rakyat mengancam akan membunuh mereka.

Dari laporan tersebut kompeni Belanda menyimpulkan bahwa rakyat Gorontalo tidak mau dijajah oleh Belanda. Raja Eyato selalu menolak dan bersikap acuh tak acuh terhadap kaum kompeni, maka kompeni Belanda merubah siasatnya. Diajaklah Raja Eyato berunding di atas kapal kompeni yang sedang berlabuh dimuara sungai Bone. Dalam perundingan itu Raja Eyato menolak semua permintaan kompeni Belanda. Pada saat itu terjadilah penangkapan atas diri Raja Eyato (1679). Selanjutnya beliau dibawa ke Ternate yang merupakan pangkalan kompeni Belanda. Kemudian Raja Eyato diasingkan ke Ceylon sampai wafatnya dan diberi gelar Ta To Celongi yang artinya yang di Ceylonkan.

Adapun secara singkat menurut dokumen yang bertuliskan huruf Arab Pegan, bahwa silsilah Raja Eyato adalah sebagai berikut:


Kemudian selanjutnya perjuangan Raja Biya (Raja Gorontalo di selatan) 1677-1690.

Raja Biya memerintah kerajaan Gorontalo di selatan bersama-sama Raja Eyato di utara dan melawan kompeni Belanda bersama-sama pula. Pada waktu Raja Eyato di asingkan ke Ceylon maka perlawanan kepada Belanda diteruskan oleh Raja Biya. Pada tahun 1678, Raja Biya dipanggil oleh Belanda ke Ternate dan diberi ultimatum oleh Gubernur R. Padtbrudgge yaitu diajukan empat hal yang harus diterima oleh Raja Biya:

a. Raja Biya harus mengakui kekuasaan kompeni di Gorontalo.

b. Rakyat bersama kompeni akan mengusir Spanyol yang masih bercokol di Sangir Talaud.

c. Rakyat harus tunduk kepada agama yang ditawarkan oleh kompeni.

d. Raja Biya harus mengikuti dan menganut agama bangsa penjajah.

Sebagai siasat perjuangan, Raja Biya menerima apa yang diajukan oleh Gubernur Belanda itu. Namun setelah kembali ke Gorontalo, Biya berusaha memperkuat kerajaannya dengan suatu kubu pertahanan pada jalan yang dilalui oleh kompeni menuju Dumoge. Kubu tersebut dikenal dengan nama Kubu Padang (Padengo) dipinggir Sungai Bone, desa Podengo, Kec. Kabila sekarang yang berjarak + 10 km dari pusat Kerajaan. Tindakan Raja Biya ini berarti melawan amanat Gubernur Belanda, maka pada tahun 1681 Gubernur datang sendiri beserta puluhan serdadu kompeni lengkap dengan persenjataan dengan kapal perang pada waktu itu dan berlabuh di muara sungai Bone.

Gubernur mengirim utusan kedarat menuju Kubu Pertahanan Padengo. Para utusan Gubernur yang menumpang sekoci turun dipinggir Sungai, dekat dengan kubu Padengo. Mereka bertemu dengan pasukan rakyat yang dipimpin oleh Kapitan Laut (Apitalau), sebagai penguasa laut yang sedang mengawasi kubu pertahanan itu. Para utusan Belanda itu menyampaikan amanat Gubernur:

1. Bahwa Gubernur mengirim hormat untuk kedua Raja Limboto dan Gorontalo.

2. Agar kedua Raja tersebut berkunjung ke kubu untuk bertemu dengan Gubernur.

3. Kubu tersebut harus dikosongkan untuk dijadikan tempat perundingan.

4. Selama perundingan berjalan penduduk tidak diperkenankan berada diantar kubu Padengo dan Dumoga.

5. Bila Pemerintah Kerajaan Gorontalo bersedia damai dengan kompeni maka tidak akan timbul perang.

6. Bila tidak ada kesediaan untuk berdamai, maka kompeni beserta seluruh sekutunya akan menghancurkan kubu pertahanan dengan kekuatan senjata.

Kapitan Laut (Apitalau) yang sedang mengawasi serta memperkuat kubu tersebut tidak menerima semua tawaran yang disampaikan oleh para utusan tersebut. Dan utusan Gubernur Belanda kembali ke kapal menemui Gubernur tanpa membawa hasil yang diharapkan.

Untuk keduakalinya Gubernur mengirim utusan kedarat, langsung menghadap Raja Biya dengan amanat agar Raja Biya mengirim utusan ke kapal. Hal itu dituruti Raja Biya dan dikirimlah beberapa orang pembesar istana menghadap Gubernur di kapal. Gubernur menyampaikan amanat dihadapan para utusan istana, bahwa sebelum Gubernur turun kedarat, Raja Biya sudah harus diatas kapal. Karena Raja Biya yang ditunggu tak kunjung datang, maka turunlah Gubernur dengan menaiki sekoci dan didampingi empat puluh serdadu bersenjata menuju ke kubu Padengo. Namun sebelum Padtbrudgge mendarat, diperintahkan serdadunya mendarat dan bertemu dengan para penghuni Kubu Padengo.

Tugas serdadu itu untuk mengusir penghuninya keluar, apabila mereka memperlihatkan sikap acuh tak acuh apalagi mau menyerang. Karena Penghuni Kubu Podengo bersikap acuh tak acuh terhadap kedatangan serdadu kompeni, maka terjadilah perang yang disebut Perang Kubu Padang (Padengo). Apitalau beserta anggotanya dapat memukul mundur pasukan kompeni, maka Padtbrudgge memerintahkan agar awak enam buah kapal Tomini segera mendarat dan memberi bantuan, namun semua awak kapal itu takut dan ragu-ragu tidak berani untuk maju.

Serdadu kompeni tidak mudah menghadapi perlawanan rakyat, beberapa orang serdadu Belanda tewas dan yang lainnya melarikan diri. Namun Kapitan Krijs De Ronde bertahan dengan 28 serdadu bertempur satu lawan satu.

Serdadu kompeni tiga kali menyerang kubu Padang (Padengo) barulah berhasil menguasainya. Pertahanan kubu Padang menjadi kuat karena perlawanan disamping Pimpinan Perang Panglima Apitalau juga turut memimpin Raja Biya, Jagugu Gorontalo dan Limboto Ilato dan Ishaeni. Pihak kompeni 4 orang tewas yang berpangkat Kapten dan Mayor dan yang lainnya luka-luka berat.

Dipihak Pasukan Kubu Padang 12 orang terhitung pembesar Kerajaan Limboto dan Gorontalo gugur dimedan perang, yang lainnya luka-luka dan dan sisanya lolos antara lain Raja Biya sendiri, Ilato, Ishaeni, dan Apitalau sebagai Panglima Perang. Menurut sumber cerita bahwa Raja Biya lari sampai bersembunyi dicelah-celah suatu tempat yang disebut Tutulo (Tulo-tulomayi), karena waktu dicari Belanda , Raja Biya hanya mengintip dari tempat persembunyiannya. Akhirnya sampai tahun 1690 Raja Biya dan kawan-kawan diangkap Belanda dan dibuang ke Ceylon dan Ishaeni ke Tanjung Harapan (Afika Selatan), sedang Apitalau dan Ilato tidak diketahui keberadaannya.

Sebagai ganti kerugian atas kematian serdadu Belanda, maka Kerajaan Limboto dan Gorontalo diwajibkan oleh Belanda menyerahkan 150 orang budak, 150 belah kayu. Dan tiap Kerajaan hanya berhak memiliki seorang Raja dan tidak boleh menggunakan titel Kapitan Laut/Raja Laut bagi yang menjabat sebagai komandan keamanan lautan. Namun segala tuntutan atas ganti rugi tersebut tidak ditaati oleh Kerajaan Gorontalo dan Limboto, buktinya Kerajaan Gorontalo dan Limboto tetap menggunakan masing-masing 2 orang Raja yaitu Raja di utara dan Raja di Selatan baik di Kerajaan Gorontalo maupun Kerajaan Limboto.

Menurut penuturan dari salah seorang keluarga Raja Biya, bahwa Raja Biya yang melawan Belanda tersebut adalah juga Raja Biya yang pada saat itu juga berkedudukna sebagai Raja Limboto. Hal ini juga dapat dilihat pada urutan raja-raja Gorontalo dan Limboto yang dokumennya penulis dapatkan di Mesjid Sultan Amay (Mesjid tertua di Gorontalo) yaitu kalau di Gorontalo memerintah pada tahun 1672 ke atas adalah Raja Biya di utara dan di Limboto di utara juga memerintah Raja Biya pada tahun 1673 ke atas.

Hal ini juga ditunjukkan oleh gelar Raja Biya dari Kerajaan Limboto tersebut yang bergelar Dhayl’udiyn (kalau ditanyakan sama ahlinya berarti yang mempertahankan agamanya) atau Tatoagamaliyo, sebagaimana gelar Raja Biya yang terdapat pada naskah kuno yang ditulis dengan huruf Arab Pegan. Naskah kuno tersebut ada penulis simpan. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa Raja Biya Limboto adalah juga Raja Biya Gorontalo yang berperang melawan Belanda pada tahun 1681 seperti tersebut di atas.

Dalam naskah silsilah yang ditulis dengan huruf Arab Pegon tersebut, bahwa Raja Biya Limboto yang bergelar Dhayl’udiyn tersebut kawin dengan putra Delaliwuwo anak Marsaole Lupoyo dengan Putri Deylomputo, mendapat anak putri Buwai’i. Putri Buwai’i bersuami Hakim Nunuki dan mendapat anak 2 yaitu Walaopulu Butolo dan Raja Limboto Pangeran Abdullah bergelar Tatotinelo.

Dan Raja Biya Limboto bergelar Dhayludiyn (Tatoagamaliyo) kawin pula dengan Putri Apiyo anak dari Oyintu dan Tenihuwato (Tatobodiya), Tenihuwato adalah anak dari Jagugu Lihawa (Tatolalango) dengan Putri Wadihulawa. Turunan dari Raja Biya Limboto bergelar Dhayl’udiyn (Tatoagamaliyo) pada saat sekarang ini sudah mencapai generasi ke 8-9. Gelar ini mungkin diberikan pada sang Raja, karena beliau dan rakyatnya tidak menuruti untuk mengikuti agama kompeni Belanda.

Demikianlah semoga sejarah tantang kepahlawanan Raja Eyato dan Raja Biya ini, dan masih banyak cerita perlawanan rakyat Gorontalo zaman dahulu, supaya mengingatkan generasi muda khususnya generasi muda Gorontalo.

Sumber Penulisan:

  1. Buku Perjuangan Rakyat di daerah Gorontalo yang disusun Yayasan 23 Januari 1942 yang kerja sama dengan IKIP Manado cabang Gorontalo, Penerbit PT. Gobel Darma Nusantara.
  2. Naskah yang ditulis dengan huruf Arab Pegon tentang silsilah Raja-Raja U Duluo Lou Limo Lo Pohalaa.
  3. Narasumber keluarga dan orang-orang tua.
(Sumber : Mochtar Uno,Bsc/Pemerhati Sejarah Gorontalo)

Minggu, 20 Januari 2008

DOKTER YANG MENGECEWAKAN ,,,,

Sabtu malam tepatnya malam minggu 19 Jan 2008, saya bersama dengan Istriku membawa Anaku yang Sulung ke Dokter Spesialis Anak, Sebenarnya saya urung membawa Putra ke Dokter karena awalnya saya mengira yang di Tumbuh pada Bagian dadanya adalah semacam Kutil, sampai saya harus search di Paman Google tentang Profile "Kutil" sampai akhirnya saya banyak mendapatkan Refrensi mengenai Penyebab Tumbuhnya KUTIL pada anak di akibatkan Penyebaran Virus "Human Papilloma Viruses (HPV)", dimana di katakan dalam refrensi tersebut umumnya terserang pada Anak berusia di bawah 10 Thn, dan cara pengobatan adalah dengan membawa anak ke Dokter Spesialis Kulit di samping itu ada obat tradisional menggunakan "Daun Dewa" dan "Daun Kamboja", tapi setelah setiba di Dokter Spesialis Kulit "dr. Syarifuddin Amin,SPKK" yang beralamat di Jl. Tamalate Makassar betapa kecewanya saya sebagai Orang tua dari Pasien pada saat membawa Anak saya ke Dokter tersebut.

Pada saat saya bertanya ke dokter :

Saya : "Pak Dokter Apakah yang ada pada Dada anak saya ini di sebut Kutil ?"
Dokter : "ohh ini bukan Kutil, ini namanya secara kedokteran"Moluskum Kontagiosum "
Saya : "Pak Dokter kalo begitu gimana cara mengatasi Virus "MK" ini ??"
Dokter : "Virus di mana2 susah utk di matikan ini akibat lingkungan yang kurang bersih"
Saya : "Wahh Jadi gimana nih dokter Solusinya mengenai bintik pada anak saya ?"
Dokter : "Saya juga bingung gimana utk mengobatinya"
Saya : Sekejap saya mulai kecewa dengan jawaban dokter seperti di atas "Saya pernah membaca di internet hal ini bisa di lakukan melalui jarum Listrik gimana pa dokter ?
Dokter : "Iya betul, tapi saya takut nanti anaknya kesakitan kalo di keluarkan bintik di dadanya"
Saya : "Terus langkah apa yang perlu di lakukan dokter ? apa dokter jg bs menangani Anak2?"
Dokter: "Iya namanya yang berhubungan dengan Kulit saya bisa baik anak maupun Dewasa"
Saya : "Jadi Gimana dong Dokter agar kegelisahan Istri saya ttg anaknya ini bs teratasi ?"
Dokter : "Gimana Yahh ??" (sambil terus berpikir seolah2 ada yang di pikirkan)
Saya : "Pak Dokter apakah ada Obat salep Kulit utk jenis Virus ini agar tdk menyebar ?"
Dokter : "Tidak ada Obat Salep Kulit, nanti saya berikan Obat Ketahanan Tubuh"
(Sambil menuliskan Resep Obat 2 macam)
Beberapa selang kemudian Dokter berdiri tanpa mediagnosa dan memeriksa anak saya sebagai Aturan Standar sebagai seorang Dokter, akhirnya saya coba menanyakan kepada istri saya apakah rela bintik seperti Kutil itu di pecahkan saja ?, akhirnya istri saya mengiyakan.
Saat itu juga saya minta tolong ke Dokter utk bisa mengeluarkan Bintik mirip kutil pada dada anak saya dengan menggunakan perlatan kedokteran yang di Miliki. Dokter Pun berkata:

Dokter : "Ohhh, katanya tadi istrinya nggak mau Bintiknya di pecahkan saya khawatir anaknya akan berteriak kesakitan"
Saya : "Pak Dokter Anak saya sudah saya didik utk siap menahan sakit dari apapun asalkan tidak membahayakan jiwa anak2".
Dokter : " Baiklah kalau begitu, tolong baringkan anaknya dan saya akan mengeluarkan Biji anaknya."

Berapa saat kemudian Putra sudah di baringkan di tempat tidur periksa Dokter, dokterpun mengambil alat jungkil utk memecahkan biji yang ada di dada Putra, dengan perhatian penuh dokterpun mengeluarkan biji dari bintik tersebut dan akhirnya keluar darah, selanjutnya dokter mengolesi dengan Betadine yang di baluti dengan Kain Kasah.
Ada satu bagian Bintik yang cukup besar yang dokter tdk sempat keluarkan dan menurut Dokter itu tdk apa2 karena akan surut dengan sendirinya waktunya 2 minggu.
Saat itu sebenarnya saya ingin menegur dokter utk memerintahkan mengeluarkan bintik yang besar tapi saya berusaha tahan karena sedari tadi saya cukup kecewa dengan jawaban2 dokter yang di lontarkan yang kurang memuaskan.

Akhirnya dengan Bermodalkan "Pencet" dan Olesi "Betadine" saya pun membayar Dokter Rp. 50Ribu sebagai biaya Periksa dan Biaya Pencet dan Olesi Betadine. Saya pun menuju ke Apotik di depan Praktek Dokter menebus resep Obat yang di berikan pak Dokter, hasilnya Resep yang di tuliskan Pak Dokter tersebut tdk ada di Apotik tersebut.
Selang beberapa saat kemudian istri saya mengeluh kepada saya kenapa pak dokter tdk mengeluarkan Biji yang besar di dada Putra ?

Saat itu juga saya kembali masuk mengajak Putra ke Ruang Praktek Dokter dan menanyakan ke Dokter :

Saya : "Pak Dok, Koq Obatnya tdk ada di Apotik apa ada yang mirip2 dengan obat itu ?"
Dokter : "ohhh Coba di Apotik lain"
Saya : "Pak Dokter tolong bintik yang satu lagi di pecahkan dong..."
Dokter : "Katanya tadi tdk usah di pecahkan."Sambil Dokter sedang mencuci tangannya.
Saya : tidak lama kemudian saya sendiri yang pecahkan bintik besar tersebut di depan dokter. dan keluarlah darah, "dokter minta obat betadinenya sedikit ini saya sudah pecahkan"
Dokter : "Oh,,,,,, sambil terheran2, bentar saya ambilkan betadine"

Tidak lama kemudian saya sendiri yang mengolesi Betadine pada dada Putra yang keluar darah tadi. Sambil saya berlalu dari hadapan dokter. dalam benak saya berkata "Andaikan cuman bermodalkan Betadine sayapun bisa melakukannya di rumah tanpa perlu membawa ke dokter"

setelah dari tempat Praktek Dokter saya bersama istri mencari Obat berdasarkan Resep Obat yang di berikan sang Dokter, 3 Apotik yang di datangi semuanya menyatakan Obatnya tdk ada. Terakhir di datangi adalah APOTIK MACINI FARMA, karena Apotik itu terkenal sangat lengkap dan akhirnya tdk ada juga obat yang di cari.
Untuk mengobati perasaaan anak agar bisa terhibur saya mampir mengajak ke Mall Panakukkang utk Belanja Kebutuhan Dapur yang sudah Menipis, tidak lupa membelikan Snack dan Buah buat Jaury dan Putra.

Pulanglah ke rmh hingga saya dan istri membahas tingkah laku dokter yang tadi begitu aneh dari Dokter Umumnya, sampai2 istri saya bilang "Lebih baik di bawa ke Dokter Spesialis Anak "dr. Idham" tempat langganannya Putra.

Semoga ini menjadi pengalaman buat orang tua agar lebih selektif lagi membawa anaknya ke dokter, demikian juga buat dokter agar lebih meningkatkan Profesional dalam bertugas karena dalam tugas mereka telah bersumpah utk melayani masyarakat sebaik2nya sesuai bidangnya.

(jika ada tanggapan mengenai penyakit ini tolong e-mail ke ickydei@yahoo.com)






















CIKAL BAKAL "POLAHI" DI GORONTALO

Menurut ceritera orang-orang tua dahulu bahwa Polahi adalah pelarian zaman dahulu yang masuk hutan karena tidak mau dijajah oleh Belanda, kemudian mereka menjadi suku terasing di hutan. Konon mereka terdapat di hutan gunung Boliohuto di daerah Gorontalo dan sekitarnya.
Betulkah demikian, mari kita telusuri sejarah serta hal-hal yang mungkin dapat membuktikannya.

Lebih dahulu kita telusuri sejarah perlawanan Rakyat Gorontalo terhadap penjajah. Dari sekian banyak perlawanan Rakyat Gorontalo dulu dapat kita ungkapkan antara lain:

1. Perlawanan Raja Eyato yang menjadi Raja Gorontalo Totilayo (di utara) tahun 1673-1679
  • Perlawanan Raja Eyato pertama kali terjadi pada tahun 1674, melawan Ternate dan kompeni Belanda, untuk melaepaskan diri dari penjajah Belanda yang bersama/membantu Ternate.
  • Perlawanan Raja Eyato yang kedua kali terjadi terhadap kompeni Belanda pada tahun 1677, yaitu usaha Raja Eyato untuk menghalang-halangi utusan Belanda ke Gorontalo dan Dumoga (Dumoga: banyak emas). Rakyat membakar dan melarikan perahu-perahu kompeni Belanda yang berada di pantai, tidak mengizinkan awak kapal turun ke darat untuk mengambil air minum dan mengancam membunuh para awak kapal kompeni Belanda. Rakyat membuat kubu pertahanan di muara Sungai Bone. Kompeni Belanda merubah siasat dengan cara mengajak Raja Eyato berunding di atas kapal kompeni Belanda dan disitulah Raja Eyato ditangkap (1679) dan diasingkan ke Ceylon sampai wafat disana. Raja Eyato digelari Tato Celongi atau yang di Ceylonkan.2.


2. Perlawanan Raja Biya (Tahun 1677-1679)

Raja Biya masih sempat memerintah Kerajaan Gorontalo bersama Raja Eyato (Raja Eyato di utara-Totilayo dan Raja Biya di selatan, Kerajaan Gorontalo diperintah oleh 2 Raja di utara dan di selatan). Agar Raja Biya tidak mengikuti sikap Raja Eyato maka tahun 1678 beliau dipanggil Gubernur Belanda di Ternate. Dalam pertemuan dengan Gubernur Belanda yang bernama R. Padtbrudgge diajukan 4 hal yang harus diterima oleh Raja Biya yaitu:

  1. Raja Biya harus mengakui kekuasaan kompeni Belanda di Gorontalo
  2. Rakyat bersama kompeni Belanda akan mengusir Spanyol yang masih bercokol di Sangir Talaud.
  3. Rakyat harus tunduk pada agama yang ditawarkan kompeni Belanda.
  4. Raja Biya harus mengikuti dan menganut agama bangsa penjajah.

Sebagai siasat perjuangan, Raja Biya menerima apa yang diajukan oleh Gubernur Belanda di
Ternate, namun sesampainya di Gorontalo, Raja Biya malah berusaha memperkuat
Kerajaan dengan suatu kubu pertahanan pada jalan yang dilalui kompeni Belanda menuju
Dumoga di desa Padengo (di Kecamatan Kabila + 6 mil dari Pusat Kerajaan Gorontalo.

Pada saat Gubernur kompeni Belanda ke Gorontalo tahun 1681 bersama puluhan serdadu kompeni Belanda, kompeni Belanda bertemu dengan pasukan yang dipimpin oleh Kapitan Laut (Apitalau) dan singkatnya Gubernur menyampaikan hormat kepada Raja Limboto dan Gorontalo dan agar kedua Raja tersebut bertemu dengan Gubernur.

Gubernur menyampaikan utusan kepada Raja Biya untuk bertemu dan sebelum Gubernur turun ke darat, Raja Biya sudah harus diatas kapal (istilahnya Raja Biya menjemput Gubernur diatas kapal), namun Raja Biya tidak pernah menjemput Gubernur diatas kapal, maka akhirnya terjadilah pertempuran yang disebut pertempuran Padengo. Beberapa orang serdadu Belanda tewas dan yang lain melarikan diri, namun Kapitan Krijs De Ronde bersama sebagian anak buahnya bertempur satu lawan satu. Setelah kompeni menyerang beberapa kali barulah mereka mendapat kemenangan.

Dalam pertempuran ini yang dipimpin oleh Raja Biya, Jogugu Gorontalo dan Limboto, Ilato dan Isnaeni serta Apitalau. Dalam pertempuran ini, di kubu pertahanan Padengo (Gorontalo) dua belas orang gugur termasuk pembesar Kerajaan Gorontalo dan Limboto. Tuntutan Gubernur R. Padtbrudgge agar Raja Biya dan kawan-kawannya menyerah, namun tidak mendapat sambutan. Akhirnya setelah sekian lama menentang Belanda Raja Biya bersama anak buahnya tertangkap Belanda pada tahun 1690. Raja Biya diasingkan ke Ceylon dan Isnaeni ke Tanjung Pengharapan (Afrika Selatan).

Sedangkan Apitalau dan Ilato menghilang entah kemana, menurut perkiraan saya bahwa mereka inilah beserta anak buahnya yang melarikan diri ke hutan yang kemudian menjadi cikal bakal Polahi. Kalau mereka ini adalah cikal bakal Polahi, apa kira-kira pembuktiannya, marilah kita telusuri:

"Seperti diketahui bahwa pada waktu yang belum terlalu lama, pemerintah Gorontalo mengusahakan untuk memukimkan kembali para Polahi di hutan untuk dikembalikan ke dunia yang berkemajuan. Nah, kebetulan ada seorang yang sempat bertemu dengan seseorang bekas Polahi. Si bekas Polahi katanya memberikan kepadanya tiga macam benda yaitu azimat untuk kekebalan, keris dan tembaga yang berbentuk kubus dengan panjang rusuk kubus + 5 cm. Pada salah satu sisi kubus tersebut terlukis dengan huruf timbul: VOC dan tahun 1678 (8 agak luntur seperti 3). VOC seperti yang tertulis di buku sejarah O C, hal ini seperti yang penulis saksikan sendiri. Karena benda tersebut dari seorang Polahi, maka Polahi tersebut sangat mungkin turun temurun dari pelarian anak buah Raja Biya pada tahun 1690. jawabnya adalah hal tersebut sangat mungkin, Wallahua’lam bis sawab".

Demikianlah tinjauan penulis tentang asal-usul Polahi, di daerah Gorontalo, bagaimana pendapat saudara.

(Sumber Cerita dari Muktar. Uno,Bsc/Pemerhati Sejarah Gorontalo)

CIKAL BAKAL "POLAHI

Jumat, 04 Januari 2008

Pertumpahan Darah Pertama di Mesjid Al Haram

Pertumpahan Darah Pertama di Mesjid Al Haram

show_image_in_imgtag.jpgPerlu waktu dua minggu bagi tentara Arab Saudi untuk benar-benar membersihkan pasukan Juhaiman dari areal mesjid dan tentu saja Kabah. Itupun dengan mengerahkan pasukan elit, tank dan kendaraan lapis baja, pesawat tempur, roket, peluru kendali, ribuan granat, satu ton gas kimia beracun, dan bantuan tentara Perancis. Darahpun tumpah di tanah haram itu bahkan mungkin adalah untuk kali pertama sejak kawasan itu dinyatakan oleh Nabi Muhammad s.a.w sebagai wilayah terbatas yang mengharamkan pertumpahan darah.

Judul: Kudeta Mekkah (Sejarah yang Tak Terkuak)

Penulis: Yaroslav Trofimov

Judul Bhs Inggris: The Siege of Mecca (The Forgotten Uprising in Islam’s Holiest Shrine and the Birth of Al-Qaeda)

Penerjemah: Saidiman

Editor: A. Fathoni Katamin

Penerbit: Pustaka Alvabet, Desember 2007

Halaman: x + 384 halaman

Oleh Rusdi Mathari

NAMANYA Juhaiman. Nama itu diberikan oleh Muhammad bin Saif al Utaibi, sang ayah lantaran ketika lahir Juhaiman kerap menyeringai. Saif lantas memberi nama untuk anak lelakinya yang lahir pada 1936 itu dengan nama “sang pemberenggut.” Dalam Bahasa Arab pemberengut adalah Juhaiman.

Lebih empat puluh tahun kemudian pada 20 November 1979 si pemberengut itulah yang “menguasai” Komplek Mesjid Al Haram lewat kekuatan bersenjata. Hari itu hari Selasa bertepatan dengan 1 Muharram 1399 (tahun baru Islam pada kalender Hijriah) atau enam belas hari setelah mahasiswa revolusioner Iran menghancurkan dan menduduki Kedutaan Besar Amerika Serikat, di Teheran, Iran. Dunia Islam guncang. Dunia barat dan Uni Soviet terjebak dalam intrik politik. Bagaimanapun Mekkah adalah jantung kaum muslim.

Perlu waktu dua minggu bagi tentara Arab Saudi untuk benar-benar membersihkan pasukan Juhaiman dari areal mesjid dan tentu saja Kabah. Itupun dengan mengerahkan pasukan elit, tank dan kendaraan lapis baja, pesawat F 5, roket, peluru kendali, ribuan granat, satu ton gas kimia beracun, dan bantuan tentara Perancis. Darahpun tumpah di tanah haram itu bahkan mungkin adalah untuk kali pertama sejak kawasan itu dinyatakan oleh Nabi Muhammad s.a.w sebagai wilayah terbatas yang mengharamkan pertumpahan darah.

Korban dari pihak tentara sejauh itu menurut versi pemerintah mencapai 60 orang meninggal dan 200 oang luka-luka, sementara dari kalangan pemberontak 75 orang tewas, 170 ditangkap termasuk 23 perempuan dan anak-anak. Namun para pengamat independen percaya korban dalam pertempuan dua minggu di Al Haram telah menelan korban jiwa 1.000 orang, bahkan lebih. Di dalamnya termasuk ratusan jamaah haji (termasuk asal Indonesia) yang masih bertahan di Mekkah hingga 1 Muharram.

Kenapa Juhaiman memberontak dan berusaha menguasai Al Haram, meskipun dia tahu hal itu terlarang? Dendam dan latar belakang politik pendirian negara Saudi adalah salah satu penyebabnya. Di awal-awal pembentukan negara itu, Dinasti Saud menggandeng murid-murid Syekh Muhammad bin Abdul Wahhâb yang kebanyakan berasal dari suku pedalaman Badui— popular dengan sebutan Wahhabi, ajaran ini dikenal karena hendak memurnikan ajaran Islam agar sesuai dengan al Quran dan Sunnah Rasul. Mereka telah berjuang membantu Abdul Azis merebut kembali tahta Dinasti Saud di Arab pada awal 1900-an.

Namun tentara-tentara yang setia seperti bin Saif (ayah Juhaiman) itu—yang dijuluki sebagai Ikhwan—di belakang pecah kongsi dengan Abdul Aziz akibat perbedaan sikap: Kaum Ikhwan bersikeras menolak kedatangan asi.

Sumber : http://rusdimathari.wordpress.com/

Selasa, 01 Januari 2008

Akhir Tahun Bersama Fadel Muhammad

Tepat pada tanggal 29 Desember 2007 berlokasi di
Gedung P3ED Jl. Dr.Ratulangi Makassar, saya menghadiri
undangan yang di selenggarakan oleh HPMIG - MKS yang
di Hadiri oleh Gubernur Gorontalo Dr.Fadel Muhammad
dengan Tema "Refleksi Akhir Tahun Pemerintahan FM",
kebetulan pada acara tersebut Hadir pula Anggota
GM2020, Funco Tanipu selaku Ketua PB HMPIG dan
Sekretaris PB HPMIG Romi Moge.

Terpat pada Pukul 14:30 Rombongan FM tiba di Gedung
P3ED, setiba rombongan FM, acara di Buka oleh
Moderator Pety Patricia Panigoro (anggota GM2020),
yang di awali dengan Pembacaan Ayat2 Suci Al-Quran.
Selanjutnya Sdr Funco Tanipu Melantik Kepengurusan
HPMIG Makassar yang baru yang di Ketuai oleh Budi yang
sebelumnya menggantikan Iman Kadji,di akhir acara
pelantikan Pengurus HPMIG Baru di tutup dengan Ikrar
dan Janji Setia selama menjadi Pengurus yang di Pimpin
oleh Sdr Funco Tanipu selaku Ketua PB HPMIG, dan
Gubernur Gtlo FM memberikan Selamat kepada seluruh
pengurus yang baru secara bersalam-salaman.

Yang di tunggu2 oleh para peserta adalah Penjelasan
dari Pak Fadel mengenai Kondisi Gtlo selama tahun
2007, Duduk pada Mimbar bagian depan adalah, Prof.dr
Yunus Alkatiri (Selaku Ketua Yayasan KKIG),Funco
Tanipu,SE,Msi (Ketua PB HPMIG),Dr.Fadel Muhammad
(Gubernur),Prof. Yahya Hiola, M.Ed (Ketua Umum KKIG).
Akhirnya waktu yang di nanti-nanti juga tiba dimana
Bpk Fadel berdiri di depan Podium memberikan
Penjelasan selama 25 Menit mengenai Perkembangan
Ekonomi Propinsi Gorontalo yang di Pimpinnya.
Dalam Penjelasannya Beliau yang singkat tersebut bisa
di simpulkan bahwa :
"System pemerintahan yang diterapkan pada pemerintahan
Gorontalo saat ini, mulai di contohi oleh daerah2
lain, dan dalam waktu dekat ini Mendagri akan
memberlakukan system yang di terapkan oleh FM, dimana
dalam penjelasan beliau mengatakan kurang sepaham
dengan system yang di terapkan pusat mengenai Pajak
yang menyamakan daerah Indonesia Timur Khususnya
Gorontalo sama dengan Pulau Jawa", di satu sisi
Subsidi Pemerintah Pusat ke daerah Indonesia Timur
yang di bawah 10% jika di bandingkan dengan daerah
Jawa di atas 30% Subsisidnya, tapi secara pertumbuhan
Indonesia Timur masih lebih baik dari Pulau Jawa".

Di Akhir Session tanya jawab dengan para peserta
sebenarnya sebelumnya saya ingin sekali bertanya
kepada beliau mengenai : Banjir, PLTU di Anggrek dan
Persiapan FM maju ke NO.2 RI. tp berhubung jam 17:00
Wita FM dan Rombongan harus sudah melanjutkan
perjalanan ke BALI maka yang berkesempatan bertanya
pada saat itu hanya 2 orang :
1. Om Kadir Buloto (Sekjen KONI SULSEL/Tokoh
masyarakat GTLO)
2. Moh Roem Dali,SH,MH (Guru Besar Fak Hukum UMI)

Pertanyaan dari OM Kadir Buloto :
"Sejak tahun 1940-an Gorontalo pernah mengalami Banjir
besar dan hampir setiap tahun Gorontalo Banjir, dan
paling terparah adalah tahun 2007 dimana hampir
sebagian Kota Gorontalo terendam Air yang cukup
tinggi, Bagaimana Pak Fadel mengantisipasi ke depan
Agar Gorontalo tidak lagi Banjir ?"

Jawaban Pak Fadel :
"Insya Allah untuk Tahun-tahun mendatang Gorontalo
tidak akan lagi banjir, masalah ini sudah lama sekali
saya pikirkan tapi selama ini saya belum mendapatkan
data analisa yang pasti mengenai debit air yang
mengalir sehingga membuat gtlo banjir, tapi
alhamdulillah dengan adanya banjir besar baru2 ini
saya bisa mendapatkan analisa berdasarkan data banjir
baru2 ini sehingga saya bersama jajaran saya pada saat
banjir tersebut langsung melakukan Rapat hingga tengah
malam di Rumah Dinas saya membahas tentang penanganan
Banjir tersebut, dalam pertemuan yang marathon
tersebut saya dan jajaran saya melakukan kalkulasi
mengenai data2 pendukung dari lapangan mengenai apa
yang akan kita buat selanjutnya utk mencegah agar
banjir tidak lagi menggenangi Gorontalo. Berdasarkan
data yang saya dapatkan dari Team Ahli saya dimana
Sungai Tamalate dan sungai Bulango yang selama ini
hanya mampu menampung air sekitar di bawah 150
m3/detik akan tetapi pada saat terjadi banjir mencapai
750m3/Detik sehingga Air meluap di luar kapasitas
sungai tersebut, untuk itu ke depan saya akan
membangun satu Bendungan utk bisa menampung air hingga
750m3/Detik agar Gorontalo ke depan bisa terhindar
dari Banjir seperti yang terjadi baru2 ini. untuk itu
anggaran yang keluarkan utk penanganan banjir ini
mencapai 22 Milyard yang merupakan hasil keputusan
bersama dengan Kepala2 Daerah yang ada di Gorontalo".

"Bahkan impian saya selama ini yang ingin mengelola
Teluk Tomini Insya Allah dalam waktu dekat ini akan
segera terealisasi, dimana di tahun2 sebelumnya sering
mendapat hambatan karena Gubernur Sulteng sebelumnya
tdk setuju dengan Ide saya utk mengelola Teluk Tomoni,
tapi Alhamdulillah Semalam saya bertemu dengan
Gub.Sulteng yang baru setelah mendengar penjelasan
dari saya Beliau akhirnya sepakat dan siap bekerja
sama dengan dengan Prop Gorontalo utk mengelola
bersama2 Teluk Tomini.Untuk Teluk Tomini Konsep Ke
Depan adalah Jiplakan seperti Terusan Suez, sehingga
ke depan akan menjadi Terusan Tomini, dimana setiap
Kapal yang lewat harus membayar Retribusi minimal 2
Juta dan tidak menutup kemungkinan orang2 Kalimantan
akan banyak berkunjung ke Gorontalo melalui Teluk
Tomini.Mengenai Anggaran Biaya Pengerjaan Teluk Tomini
saya bilang ke Gubernur Sulteng Gratis, sampai2 Pak
Gub Sulteng bertanya "Koq Gratis Bagaimana Bisa??"
saya jawab Gampang, nanti saya akan berbicara dengan
Pemerintah Singapura utk mengambil Pasir yang ada di
Teluk Tomini sebagai imbalannya mereka harus membangun
Infrastruktur yang ada di teluk Tomini, mereka kita
kasihkan Pasir Gratis tp Singapura yang akan membangun
Pengembangan Teluk Tomini, dari pada Singapura membeli
Pasir dari Riau bermasalah lebih baik baik kita ajak
kerja sama, Sehingga jika Terusan Tomini ini selesai
bisa di bayangkan ke depan Gorontalo akan menjadi Maju
Ekonominya dan akan di lirik oleh daerah lain bahkan
negara luar sekalipun".

Pertanyaan dari Moh Roem Dali,SH,MH.
"Saya mengharapkan ke depan agar Putra2 terbaik Daerah
Gorontalo bisa di berdayakan di Gorontalo dan bukan
dari tenaga2 yang berada dari Luar Gorontalo, seperti
yang terjadi baru2 ini terhadap SANDIAGA UNO sewaktu
ke Gorontalo, dan saya sangat senang dan bangga
memiliki Gubernur secerdas seperti Pak Fadel, tapi ada
kata2 orang bijak yang perlu Pak Fadel Dengarkan "
............ ", Jangan Sampai ke depan Gorontalo akan
kembali lagi seperti dahulu sebelum Pak Fadel memimpin
gtlo.

Jawaban Pak Fadel :
"Mengenai yang terjadi pada Sandiaga Uno saya juga
cukup kaget, ............ ......... ...., saya pun
sewaktu disetujuinya Proyek PLTU di anggrek Kwandang
tersebut cukup kecewa juga karena ada salah satu Oknum
Polisi berpangkat Sersan yang menghambat fasilitas
Public utk kepentingan PLTU, dan saat ini saya
memerintahkan kepada jajaran Polda Gtlo utk menangkap
Sersan tersebut karena mengganggu fasilitas Umum,
akhir beberapa hari kemudia Oknum tersebut bertamu ke
tempat saya dan meminta maaf atas tindakannnya yang di
akuinya salah.
Mengenai Putra Daerah gtlo saya sangat bangga sekali
karena di Gorontalo banyak para Generasi Muda yang
pintar2 dalam SDM dan Ide2, jadi Harapan bapak
mengenai Kekhawatiran pemberdayaan SDM Lokal semoga ke
depan tdk perlu di khawatirkan, karena orang gtlo yang
akan duduk dalam pemerintahan ke depan.

Bandar Udara Gorontalo ke depan akan menjadi Bandar
Udara Ke 2 terpanjang setelah SulSel(Makassar) dimana
Ke Depan Bandar Udara Gorontalo akan menjadi 2500 Mter
dari yang ada saat ini, sehingga yang tadinya Orang
Gorontalo banyak ke manado utk berangkat ke Jkt dan
MKS, nanti ke depan Orang Manado yang akan ke
Gorontalo untuk Terbang dari Gorontalo.

(Masih banyak dan Panjang Penjelasan dari Pak Fadel
tapi tidak sempat saya tuliskan di sini mungkin bs di
tanyakan langsung kepada sdr Funco yang kebetulan saat
itu duduk bersebelahan dengan Pak Fadel yang sesekali
berbisik ke telinganya pak Fadel Muhammad dan dari
kejauhan pak Fadel menganggukkan kepala setelah
mendengar bisikan dari Funco Tanipu).

Akhir acara selesai dan saya tidak sempat bertanya
pada saat tanya jawab akhirnya saya sempatkan diri
mendekati pak Fadel dan bertanya langsung :
"Apa Pak Fadel sudah Siap mencalon No.2 RI ?"
jawabnya singkat " Insya Allah siap kalau Rakyat
Indonesia menghendaki"
"Siapa Calon Pasangan Pak Fadel Jika bersedia maju
menjadi CAWAPRES RI nanti ? Saya baca di Media
pasangan dengan Sri Sultan HB"
Jawabnya : "Nanti di liat dulu saya belum bisa
menjawabnya sekarang"
"Apakah Pak Fadel sudah menurunkan Jurus2 Andalan
mengenai VISI dan MISI bpk ttg gtlo kepada Jajaran
Bapak sepeninggalan Bapak Nanti di tahun 2009 jika
bapak benar2 menjadi Wapres ??"
Jawabannya : "Sudah, dan banyak orang gtlo yang hebat2
jadi tidak usah khawatir"

Akhirnya Pak Fadel dan Rombongan meninggalkan Ruangan
menuju ke Mobil selanjutnya ke Bandara Hasanuddin.

Selamat Jalan Pak Fadel semoga bisa terwujud menjadi
Presiden RI di tahun 2009 dan Bukan menjadi Wakil
presiden seperti isue yang beredar selama ini.